Selasa, 19 April 2011

Teritorialitas

A.    Pengertian Teritorialitas
       Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer.
Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat Sommer dan Dewar (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritorialitas memiliki implikasi tertentu yang secara grafis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.
B.  Elemen-elemen Teritorialitas
     Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu:
(1) kepemilikan atau hak dari suatu tempat
(2) personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
(3) hak untuk mempertahankan diri dari dari gangguan luar, dan
(4) pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika

Porteus (dalam Lang, 1987) mengidentifikasikan tiga tingkat kumpulan spasial yang saling terkait satu sama lain:
1. Personal Space, yang telah banyak dibahas dimuka.
2. Home Base, ruang-ruang yang dipertahankan secara aktif, misalnya rumah tinggal atau lingkungan rumah tinggal.
3. Home Range, seting-seting perilaku yang terbentuk dari bagian kehidupan seseorang.

Dalam usahanya membangun suatu model yang member perhatian secara khusus pada desain lingkungan, maka Hussein El-Sharkawy (dalam Lang, 1987) mengidentifikasikan empat teoriti, yaitu: attached, central, supporting, & peripheral.
1. Attached Territory adalah “gelembung ruang” sebagaimana telah dibahas dalam ruang personal.
2. Central Territory, seperti rumah seseorang, ruang kelas, ruang kerja, dimana kesemuan                                yaitu kurang memiliki personalisasi; Oscar Newman menyebutnya “ruang privat”.
3. Supporting Territory adalah ruang-ruang yang bersifat semi privat dan semi publik. Pada semi privat terbentuknya ruang terjadi pada ruang duduk asrama, ruang duduk/santai ditepi kolam renang, atau area-area pribadi pada rumah tinggal seperti pada halaman depan rumah yang berfungsi sebgai pengawasan terhadap kehadiran orang lain. Ruang-ruang semi pulik antara lain adalah: salah satu sudut ruangan pada toko, kedai minum (warung), atau jalan kecil di depan rumah. Semi privat cenderung untuk dimiliki, sedangkan semi public tidak dimiliki oleh pemakai.
4. Peripheral Territory adalah ruang public, yaitu area-area yang dipakai oleh individu-individu atau oleh suatu kelompok tetapi tidak dapat memiliki atau menuntutnya. Sementara itu, Altman membagi teritorialitas menjadi tiga, yaitu: teritorial primer, teritorial sekunder, dan teritorial umum.

Sementara itu, Altman membagi teritorialitas menjadi tiga, yaitu: territorial primer, teritorial sekunder, dan teritorial umum.
1. Teritorial Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikilogis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya. Yang termasuk dalam teritorial ini adalah ruang kerja, ruang tidur, pekarangan, wilayah Negara, dan sebagainya.

2. Teritorial Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Terirorial ini dapat digunakan oleh orang lain yang masih dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi-publik. Yang termasuk dalam teritorial ini adalah sirkulasi lalu lintas di dalam kantor, toilet, zona servis, dan sebagainya.

3. Teritorial Umum
Teritorial umumdapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana territorial umum itu berada. Teritorial umum dapat digunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Contoh territorial umum ini adalah taman kota, tempat duduk dalam bis kota, gedung bioskop, ruang kuliah, dan sebagainya. Berdasarkan pemakaiannya, territorial umum dapat dibagi menjadi tiga: Syalls, Turns, dan Space.

a. Stalls
Stalls merupakan suatu tempat yang dapat disewa atau dipergunakan dalam jangka waktu tertentu, biasanya berkisar antara waktu lama dan agak lama. Contohnya adalah kamar-kamar di hotel, kamar-kamar di asrama, ruang kerja, lapangan tenis, sampai ke bilik telepon umum. Kontrol stalls terjadi pada saat penggunaan saja dan akan berhenti pada saat penggunaan waktu habis.

b. Turns
Truns mirip dengan stalls, hanya berbeda dalam jangka waktu penggunaan saja. Turns dipakai orang dalam waktu yang singkat, misalnya tempat antrian karcis, antrian bensin, dan sebagainya.

c. Use Space
Use Space adalah teritori yang berupa ruang yang dimulai dari titk kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang sedang diamati seseorang. Contohnya adalah seseorang yang sedang mengamati objek lukisan dalam suatu pameran, maka ruang antara objek lukisan dengan orang yang sedang mengamati tersebut adalah “Use Space” atau ruang terpakai yang dimiliki oleh orang itu, serta tidak dapat diganggu gugat selama orang tersebut masih mengamati lukisan tersebut.




Privasi suatu lingkungan dapat dicapai melalui pengontrolan territorial, karena di dalamnya tercakup pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi:

1. Kebutuhan akan identitas, berkaitan dengan kebutuhan akan kepemilikan, kebutuhan     terhadap aktualisasi diri yang pada prinsipnya adalah dapat menggambarkan kedudukan serta peran seseorang dalam masyarakat.
2. Kebutuhan terhadap stimulsi yang berkaitan erat dengan aktualisasi dan pemenuhan diri.
3. Kebutuhan akan rasa aman, dalam bentuk bebas dari kecaman, bebas dari serangan oleh pihak luar, dan memiliki keyakinan diri.
4. Kebutuhan yang berkaitan dengan pemeliharaan hubungan dengan pihak-pihak lain dan lingkungan sekitarnya (Lang dan Sharkway dalam Lang, 1987).

Menurut Fisher dkk (1984), pada teori-teori utama, suatu keluarga memiliki peraturan-peraturan teritorial yang memfasilitasi berfungsinya rumah tangga. Hal ini mendukung organisasi soaial keluarga dengan cara memperbolehkan perilaku-perilaku tertentu dilakukan oleh beberapa anggotanya, pada daerah-daerah tertentu (misalnya: orang tua dapat membangun keintiman di kamat tidur tanpa terganggu). Dalam satu studi tentang teritorialitas dalam kehidupan keluarga, ditemukan bahwa orang-orang yang berbagi kamar tidur menunjukan perilaku territorial, seperti halnya individu-ivdividu di meja makan (misalnya: dengan adanya pola tempat duduk). Anggota keluarga umumnya menghormati tanda-tanda territorial yang lain, seperti misalnya pintu yang ditutup dan pelanggaran aturan-aturan teritorial seringkali berakibat pada penghukuman orang-orang yang melanggarnya.
Perilaku teritorial dalam kelompok tidak terbatas pada teritori utama saja. Lipman (1967) menemukan bahwa rumah peristirahatan membuat klaim yang hampir eksklusif atas kursi-kursi tertentu dalam ruang sehari-hari. Mereka mempertahankan “teritori” mereka meskipun akan mengakibatkan ketidaknyamanan fisik dan psikologis.
Suatu studi yang mendukung pula asumsi Altman (1975) tentang pembedaan konseptual antara teritori primer, sekunder dan umum. Taylor dan Stuogh (1978) menemukan bahwa subjek melaporkan merasa memiliki kendali yang lebih besar di teritori primer (misalnya kamar di asrama), diikuti oleh teoriti sekunder (misalnya secretariat perkumpulan) dan teoriti umum (misalnya tempat minum, bar atau kafetaria). Pada banyak penelitian, perasaan mengendalikan atau mengontrol ini berkaitan dengan perasaan puas dan sejahtera (sense of well being), seperti juga efek positif lainnya (misalnya implikasi yang menguntungkan terhadap kesehatan). Dan studi yang dilakukan oleh Edney (1975) terhadap mahasiswa Universitas Yale memperjelas manfaat tambahan dari perasaan merasa berada di wilayah sendiri. Penelitian ini dilaksanakan di kamar salah seorang dari pasangan yang ada, di suatu asrama (teritori primer), dimana anggota yang lain menjadi “tamu pengunjung”. Subjek yang berada diwilayahnya sendiri dinilai (rated) oleh si tamu lebih santai, daripada si pemilik tempat menilai tamunya, dan pemilik kamar menilai kamarnya lebih menyenangkan dan bersifat pribadi daripada si tamu. Pemilik kamar juga menunjukan perasaan kontrol pasif yang lebih besar. Pada studi yang berhubungan. Edney dan Uhlig (1977) melaporkan bahwa subjek yang terdorong untuk berfikir bahwa kamar tersebut adalah teritorinya lebih tidak bergairah, mengatribusikan perilakunya lebih kepada kamarnya, dan menemukan setting tersebut lebih menyenangkan daripada yang lainnya dalam kelompak kontrol.
Menurut Altman (1975), territorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi juga sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial. Perilaku teritorialitas manusia dalam hubungannya dengan lingkungan binaan dapat dikenal antara lain pada penggunaan elemen-elemen fisik untuk menandai demarkasi teritori yang di miliki seseorang, misalnya pagar halaman. Teritorialitas ini terbagi sesuai dengan sifatnya yaitu mulai dari yang privat sampai dengan publik. Ketidakjelasan pemilikan territorial akan menimbulkan gangguan terhadap perilaku.


C.     Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Suatu studi menarik dilakukan oleh Smith (dalam Gifford, 1987) yang melakukan studi tentang penggunaan pantai orang-orang Perancis dan Jerman. Studi ini yang memiliki pola yang sama dengan studi yang lebih awal di Amerika, sebagaimana yang dilakukan oleh Edney dan Jordan-Edney (dalam Gifford,1987). Hasil dari ke dua penelitiam ini menunjukan bahwa penggunaan pantai antara orang Perancis, Jerman dan Amerika membuktikan sesuatu hal yang kontras. Smith menemukan bahwa dari ketiga budaya ini memiliki persamaan dalam hal respek. Sebagai contoh, pada ketiga kelompok menuntut ruang yang lebih kecil setiap orang. Kelompok yang dibagi berdasarkan jenis kelamin, menuntut ruang yang lebih kecil, dimana wanita menuntut ruang yang lebih kecil dibandingkan dengan pria. Sedangkan untuk respek, mereka memiliki kesulitan dengan konsep teritorialitas yang mengatakan bahwa “pantai untuk semua orang”. Orang jerman membuat lebih banyak tanda. Mereka sering sekali menegakan penghalang benteng pasir, suatu tanda untuk menyatakan bahwa area pantai disediakan untuk antara dua hari tertententu dan merupakan tanda yang disediakan untuk kelompok tertentu. Akhirnya, ukuran teritorialitas ternyata berbeda diantara ketiga budaya tersebut, wlaupun dengan bentuk yang dapat dikatakan sama. Orang Jerman lebih sering menintit teritorialitas yang lebih besar, tetapi pada ketiga budaya maupun dalam pembagian kelompok-kelompoknya menandai teritorialitas dengan suatu lingkaran yang sama. Orang Jerman lebih sering menuntut teritori yang lebih besar sekali, tetapi dari ketiga budaya tersebut secara individu menandai territorial dalam bentuk elips dan secara kelompok dalam bentuk lingkaran.

http://www.elearning.gunadarma.ac.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar