Adalah Marshall Scott Poole yang mengembangkan Teori Strukturasi adaptif (Adaptive Structuration Theory). Profesor komunikasi pada Texas A&M University itu dikenal sebagai pakar di bidang komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi, terutama pada sisi metodologi penelitian dan perkembangan teori. Poole mengembangkan teori ini bersama rekan-rekannya, yaitu Robert McPhee dari Arizona State University dan David Seibold dari The University California.
Gagasan Poole berangkat dari teori strukturasi yang dikemukakan Anthony Giddens. Dalam penelitiannya, Gidden mendeskripsikan bagaimana institusi sosial—kelompok dan organisasi, misalnya—diproduksi, direproduksi, dan ditransformasi melalui penggunaan aturan-aturan sosial. Aturan itu dibuat sebagai panduan perilaku anggotanya, sebagaimana cetak biru yang digunakan untuk mengarahkan seorang kontraktor dalam membangun struktur bangunan (West & Turner, 2007:296). Kunci dari memahami komunikasi yang terjadi dalam sebuah kelompok atau organisasi, menurut Gidden, adalah dengan mempelajari struktur yang menjadi fondasi mereka. Gidden membedakan pengertian sistem dan struktur. Sistem adalah kelompok itu sendiri, termasuk juga perilaku yang dilaksanakannya, Sementara struktur adalah aturan-aturan yang mereka sepakati. Dalam contoh di atas, sistem adalah kelompok Rukun Tangga (RT), sedangkan aturan berupa tata tertib warga adalah strukturnya.
Teori ini mengambil nama ‘Strukturasi Adaptif’, karena anggota kelompok secara sengaja meyesuaikan aturan dan sumberdaya untuk mencapai tujuan. Selain itu, strukturasi adalah sesuatu yang lebih kompleks daripada model urutan tunggal. Poole percaya bahwa nilai dari pembuatan teori keputusan kelompok bergantung pada seberapa baik ia mengalamatkan kekomplekskan interaksi yang ada dalam sebuah kelompok.
West dan Turner (2007:299) menggarisbawahi tiga asumsi poko teori strukturasi adaptif, yaitu:
West dan Turner (2007:299) menggarisbawahi tiga asumsi poko teori strukturasi adaptif, yaitu:
1. Kelompok dan organisasi diproduksi dan direproduksi melalui penggunaan aturan dan sumber daya.
2. Aturan komunikasi berfungsi baik sebagai sebagai medium maupun hasil akhir dari interaksi.
3. Strukturasi kekuasaan ada di dalam organisasi dan menuntut proses pengambilan keputusan dengan menyediakan informasi mengenai bagaimana cara untuk mencapai tujuan kita dengan cara yang terbaik.
Poole menekankan pentingnya memahami bahwa individu menciptakan dan membentuk kelompok sebagaimana mereka berperilaku di dalamnya. Perilaku anggota kelompok, seperti dikatakan Giddens, dipengaruhi oleh tiga elemen tindakan yaitu interpretasi, moralitas, dan kekuasaan. Interpretasi dilakukan melalui bahasa, moralitas didirikan melalui norma kelompok, dan kekuasaan diraih melalui struktur kekuasaan interpersonal yang timbul dalam kelompok. Menurut Poole, interaksi selalu menyangkut ketiga hal tersebut. Poole mengasumsikan bahwa anggota kelompok adalah aktor yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang secara refleksif mengontrol aktivitas mereka. Moralitas, interpretasi, dan kekuasan selalu dikombinasikan dalam setiap tindakan kelompok. Konstribusi tiga elemen tindakan tersebut sangat menarik sebagai awal bagi kita memahami proses yag dilalui oleh kelompok saat mereka membuat suatu keputusan.
Berdasarkan pernyataan Poole dan rekan-rekan megenai teori ini dapat dikatakan bahwa esensi teori ini adalah : kelompok-kelompok dapat mengikuti rangkaian atau urutan yang bervariasi dalam perkembangan keputusan, bergantung pada kemungkinan-kemungkinan yang mereka hadapi.
Sebelum Poole mencetuskan teorinya, para peneliti berpikir bahwa mereka telah mengidentifikasi pola universal untuk pengambilan keputusan di kelompok kecil. Pola ini dikenal juga dengan nama model urutan tunggal (a single sequence model) yang terdiri dari :
1. Orientasi (orientation); usaha-usaha tidak terfokus karena tujuan belum jelas
2. Konflik (conflict); orang-orang tidak setuju pada pendekatan terhadap masalah
3. Penggabungan (coalescence); ketegangan dikurangi melalui negosiasi damai
4. Pembangunan (Development); kelompok berkonsentrasi pada cara untuk mengimplementasikan solusi tunggal
5. Integrasi (integration), kelompok berfokus pada ketegangan – solidaritas bebas daripada tugas.
Marshall Poole tidak dapat menerima model urutan tunggal ini. Menurutnya dinamika kelompok merupakan hal yang sangat rumit dan tidak dapat disederhanakan ke dalam satu rangkaian proposisi atau rangkaian peristiwa tunggal terprediksi. Pembuatan keputusan kelompok adalah proses di mana anggota-anggota kelompok berusaha untuk mencapai persetujuan pada keputusan terakhir. Individu mengeluarkan opini dan preferensi dan dengannya memproduksi atau mereproduksi aturan tertentu di mana persetujuan bisa dicapai atau dihadang. Dalam membuat keputusan tersebut, menurutnya kelompok-kelompok terkadang mengikuti prosedur terprediksi, namun terkadang mereka tidak sistematik, dan terkadang juga mereka mengembangkan suatu jalur atau urutan sendiri dalam rangka merespon suatu kebutuhan unik yang mereka hadapi. Hal Ini tidak dapat terlepas dari tiga variabel yang mempengaruhi bagaimana kelompok beroperasi, yaitu :
1. Objective task characteristics; yakni menyangkut jenis permasalahan, kejelasan masalah, jenis keahlian yang diperlukan, dampak dari permasalahan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam permasalahan tersebut.
2. Group task characteristics; yakni menyangkut pengalaman terdahulu kelompok terhadap masalah tersebut, dan tingkat urgensi keputusan.
3. Group structural characteristic; yakni menyangkut kohesivitas kelompok, ukuran kelompok, serta distribusi kekuasaan.
Sesua dengan tesis Giddens, Poole menegaskan bahwa anggota kelompok adalah agen aktif. Strukturasi adalah produksi dan reproduksi sistem sosial melalui penggunaan aturan-aturan dan sumberdaya oleh anggota dalam interaksi. Interaksi dalam teori tersebut itu adalah tindakan yang didasarkan pada kehendak bebas. Sedangkan aturan adalah proposisi yang membuat keputusan bernilai atau menunjukkan bagaimana sesuatu seharusnya dilakukan. Sementara sumberdaya adalah material-material, barang milik, dan karakter yang dapat digunakan untuk mempengaruhi atau mengendalikan tindakan kelompok atau anggotanya. Produksi terjadi ketika anggota kelompok menggunakan aturan-aturan dan sumberdaya dalam interaksi, sementara itu reproduksi terjadi ketika fitur penguatan tindakan dari sistem sudah ada di tempat.
Dalam penelitian yang ia lakukan bersama rekan-rekannya, Poole menemukan secara umum ada tiga jenis rangkaian keputusan, yaitu :
1. A Standard unitary Sequence (rangkaian standar tunggal); ini serupa dengan model urutan tunggal.
2. Complex Cyclic Sequence (rangkaian putaran kompleks); kelompok akan melihat kedepan maupun ke belakang dalam rangka mencari kejelasan masalah dan mengasilkan solusi yang tepat.
3. Solution Oriented Sequence (rangkaian orientasi solusi); pada rangkaian ini tidak dilakukan analisis masalah secara mendalam, fokus diletakkan pada solusi ke depan.
Selanjutnya, dalam jalur keputusan yang dilalui oleh kelompok, terdapat tiga jalur aktivitas, atau bagian yang dikembangkan dan dilakukan oleh kelompok di sepanjang rangkaian, yaitu :
1. Task – process – track; berkaitan dengan tugas, misalnya analisis masalah dan merancang solusi.
2. Relational track; berkaitan dengan hubungan interpersonal, misalnya ketidaksetujuan dan kesepakatan.
3. Topic – focus track; sebuah seri dari isu atau keprihatinan yang dimiliki kelompok saat itu.
Proses kelompok terjadi pada jalur-jalur tersebut, dan selama proses berlangsung terjadi perpindahan jalur, serta terdapat transisi atau titik berhenti (breakpoint) saat perpindahan dari satu jalur ke jalur lainnya. Breakpoint merupakan hal yang sangat penting karena menandakan point kunci dalam perkembangan aktivitas pembuatan keputusan kelompok. Ada tiga jenis breakpoint yaitu :
1. Normal breakpoint; transisi ini diharapkan dan terduga. Titik ini mencakup istirahat, dan pergantian topik.
2. Delays; yakni masalah yang tidak terduga yang menyebabkan jeda dalam fungsi normal kelompok. Delay termasuk pendiskusian kembali isu-isu yang diperlukan kelompok untuk memecahkan konflik atau mengusahakan kesepahaman. Delay dapat menandakan adanya kesulitan dalam proses pengambilan keputusan, namun juga bisa menjadi tanda positif yang menunjukkan kehati-hatian dalam berpikir atau aktivitas kreatif.
3. Disruption; tingkatannya lebih serius, mencakup ketidaksetujuan dalam skala besar dan kegagalan kelompok (Littlejohn, 1996:297)
SUMBER :
EDSA.UNSOED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar